Musik indie terdengar renyah di telinga akhir-akhir ini. Entah masyarakat lagi bosan dengan suara bising lirik-lirik erotis lagu dangdut, atau mungkin musik indie sudah bisa di terima di semua telinga orang kini. Terlepas dari itu semua, musik indie memang terdengar aneh, acapkali orang langsung mencela ketika baru pertama kali mendengar alunan lagu seruntulan yang jarang orang tau maknanya ini. "ah musik gajelas" komentar kebanyakan orang. Bagi kaum seruntulan (sebutan yg gw bikin sendiri) seni emang nga ada batasnya, asal itu tetap bermoral dan nga terlalu seruntulan. Kaum-kaum seperti mereka akan selalu hadir dan selalu memberi warna, tetap memegang teguh idealisme bermusik mereka. So far kalo ngomongin musik indie si, sebenernya gw mau curhat aja di tulisan ini wkwk. Nyanyi dolo bang.
merakit mesin penenun hujan
hingga terjalin terbentuk awan
semua tentang kebalikan
terlukis, tertulis, tergaris di wajahmu
keputusan yang tak terputuskan
ketika engkau telah tunjukkan
semua tentang kebalikan
kebalikan di antara kita
kau sakiti aku
kau gerami aku
kau sakiti, gerami, kau benci aku
tetapi esok nanti kau akan tersadar
kau temukan seorang lain yang lebih baik
dan aku kan hilang
ku kan jadi hujan
tapi tak kan lama ku kan jadi awan
merakit mesin penenun hujan
ketika engkau telah tunjukkan
semua tentang kebalikan
kebalikan di antara kita
Mbak Leila emang keren. Gokil. Judul lirik lagu diatas "mesin penenun hujan"
Kata orang si hidup emang begitu Confidential, penuh rahasia dan kita ga bakal tahu apa yang ada di rahasia, yang jelas rahasia emang ga ada yang tau, kalo tau rahasia bukan lagi rahasia, sudahlah tulisan ini tetep jadi rahasia, capek juga nulis rahasia.
Kembali ke realitas yang sebenarnya. Gw jadi inget apa yang gw dapet waktu belajar Hokheimer kemaren. Saat lo semakin ngejar rasionalitas, maka akan semakin irrasional yang akan lo dapet, ya gitu deh. Tau kenapa rasionalitas emang ga ada ujungnya, kesempurnaan selalu menjadi tujuan dari sifat rasional, padahal kesempurnaan hanya milik Tuhan *subhanallah gw bisa ngomong gini*. Term atau gw sebut aja quote dari Hokheimer. Analogi yang lain (inget pake ogi loya), misalnya lo pindah rumah, atau pindah ke suatu tempat yang asing banget, dan lo udah nyaman di tempat yang asing tadi, tapi rumah lama lo minta lo balik lagi. Bisa si dan ga susah-susah amat karena tempat objek yang di pengaruhi. Gimana kalo itu subjek, sesuatu yang hidup dan punya akal budi, bisa nga si semudah kayak kita pindah-pindah tempat gitu?. Ngaa. Pas lo pergi jauh dan kembali lagi kerumah, ada orang tua lo disana, mungkin lo langsung akrab. Tapi suasananya akan terasa asing. itu si yg gw rasain. Bergeser ke peristiwa empiris unik yang coba gw mau curhatin.
2 Tahun setengah, gw serasa kek cowo alay yang rapuh banget nulis-nulis kek gini. BODO amat deh, jauh lebih lega gw nulis kek gini daripada harus cerita sama orang lain. Putus dan bukan kiamat lagi bagi gw. seperti udah nga percaya lagi sama yang namanya pamali, kata-kata tadi terucap keluar begitu aja. Orang yang sempat di bangga-bangga in. ah sudahlah terlalu larut dalam diorama nostalgia. Yang jelas jarak emang perlahan-lahan membunuh rasa itu. Rasa yang dianggap sakral tapi lebih terdengar alay setelahnya.Namanya juga Confidential ga jelas dan akan jadi rahasia, seperti sifat rahasia yang sebenar-benarnya. Sedikit banyak gw udah lupa. Sudah. selesai
No comments:
Post a Comment