• Pelajaran yang Hilang



    Semua orang munking pernah mencicipi bagaimana rasanya sekolah baik formal maupun non formal. Seabrek perasaan yang di timbulkan dari lembaga ini mungin tidak bisa begitu saja terlupakan sampai sekarang, bahkan menjadi kenangan tersendiri bagi para orang-orang tua yang pernah sekolah untuk di ceritakan ulang kepada anak dan cucunya. Ada sesuatu yang sangat membosankan bagi kebanyakan orang ketika sekolah, yaps hal tersebut di namakan mata pelajaran. Banyak yang sering mengeluh ketika harus ulangan harian dadakan matematika, di beri tugas bikin artikel bahasa Indonesia, di suruh menghitung kecepatan jatuhnya apel dari pohonya di mata pelajran fisika. Ya semua berharap itu di tiadakan, aneh memang ketika para murid bersorak saat ada mata pelajaran yang kosong hari itu, karena esensi mereka sekolah adalah untuk menimbun segala kebosanan itu tadi ke dalam otak mereka. Gw coba untuk bersikap objektif, bukan untuk menyalahkan sekolah dan segala macam isinya, tetapi sekolah itu memang ada pentingnya. Mungkin dulu ketika awal masuk sekolah, seharusnya para murid di wajibkan untuk bertanya, “untuk apa si sekolah itu?” kepada gurunya waktu di kelas.
     


    Beragam jawaban akan sealu muncul ketika pertanyaan mendasar tadi terlontar, sekolah itu buat kerja yang mapan, kerjaan yang mapan itu butuh ijazah dan ijazah di peroleh dari sekolah. Adalagi sekolah itu program pemerintah jadi sebagai warga negara kita harus mendukung program pemerintah dengan masuk sekolah. Masih banyak alasan lagi untuk masuk sekolah sebenarnya, tapi yang menurut gw penting itu di sekolah kita di bentuk kesadaran kita. Kesadaran dalam berbagai hal tentunya. Kita tahu kalau smua manusia itu punya otak, otak tidak akan berfungsi secara otomatistahu segala hal di dunia ini kalau tidak dilatih. Nah untuk melatih kesadaran kalau kita punya otak bisa lewat sekolah. Kita diajarkan bahwa membaca itu penting, memahami kalau kita bisa mengolah sesuatu kalau otak kita sadar, di ajarkan bagaimana melek teknologi dan lain sebagainya. Tapi yang sangat di sayangkan sekolah itu tidak mencoba menspesifikasikan kemampuan setiap muridnya , sekolah selalu saja menjejali semua mata pelajaran ke semua muridnya dan menuntutnya untuk bisa dalam setiap mata pelajaran.
    Banyak hal yang yang menurut gw merendahkan institusi yang satu ini kemudian. Konsentrasi atau arah sekolah ini mau kemana, kalau kemudian semuanya di jejalkan kepada muridnya. Di sekolah kemudian hanya di ajarkan mata pelajaran yang kadang kurang aplikatif di kehidupan sehari-hari, kalau pun bisa di benar-benar di terapkan itupun kebanyakan tidak tau menahu bagaimana menerapkannya. Pernah gw kepikiran buat apa kita mempelajari logaritma, alogaritma, dan ma ma yang lain kalau itu sama seklai tidak bisa diterapkan di kehidupan, karena hidup tidak semudah seperti kurikulum di sekolah. Mungkin masih inget ketika almarhum Bob Sadino dalam seminarnya di salah satu kampus mengatakan bahwa “Kuliah itu hanya memasukan sampah ke dalam otak”, atau “Dedy Corbuzier yang mempertanyakan pentingnya sekolah?”. Kedua orang ini tadi mungkin bisa sedikit mewakili keresahan pertanyaan di dalam hati sebagian orang “Buat apa sekolah itu?” kalau tidak berguna sama sekali.
    Ada hal terlupakan juga yang menurut gw selama ini belum pernah gw dapet ketika sekolah.pelajaran untuk berani mengakui kesalahan salah satu contohnya. Kenapa hal itu menurut gw penting. Kita bisa berkaca kepada kasus korupsi-korupsi yang sangat marak di negara ini, ketika orang-orang ini memang dengan sangat cukup alat bukti kedapatan melakukan tindakan yang hina ini mereka seakan tanpa wajah dosa dan senyum ketika di liput media dengan entengnya berbicara kalau mereka tidak salah. Bahkan ketika praperadilan berhasil mengubah status tersangka seseorang, tindakan tersebut segera ditiru oleh para tersangka yang lain agar lepas dari jerat kesalahan mereka.
    Para pejabat publik yang tersangkut korupsi malah lebih parah, mereka enggan melepaskan jabatannya karena mengaku tidak salah, dan bersikeras supaya tetap bisa menjabat meskipun nanti lewat balik jeruji besi. Gw ber andai-andai aja kalu misalnya, ada pendidikan buat mengakui rasa bersalah ini ada dan punya mata pelajran sendiri di sekolah gw sangta yakin kalau hal yang memalukan karena tidak erani mengakui kesalahan tidak akan ada seperti sekarang. Tapi seperti yang namanya mimpi dan angan-angan akanlebih sulit untuk terealisasi kan ketimbang hanya memimpikannya saja. Kalau di sekolah kita hanya di ajari untuk berdebat dan berani ngomong di publik, gw lagi-lagi berandai-andai kalau suatu saat nanti ada yang mau mengadakan lomba untuk menganalisis kesalahan yang di perbuat diri sendiri dan berani mengakui ksalahan tadi, yang tadinya di ajari untuk ngomong di depan publik, ini  juga bisa di adakan berani mengakui kesalahan di depan publik juga.
    Untuk maslaah percintaan gw rasa hal tersebut juga perlu, ketika pasangan sering banget berantem gara-gara sama-sama gamau mengakui kesalahan dan Cuma saling menyalahkan, keknya hal ini bisa jadi kita khusus supaya pertengkaran tadi bisa diredam dan angkat pacaran bisa ditekan, sebaliknya para jomblo bisa di kurangi karena mereka tidak harus putus dini gara-gara pertengkaran karena sma-sama gamau mengaku salah. Sekian ketidak jelasan gw, mungkin beberapa kalimat gw bersifat subjektif dan menyalahkan, tapi gw ga maksud menyalahkan, itu Cuma apa yang gw  rasakan dan gw lihat dari perspektif gw sendiri.
  • You might also like

    2 comments:

    1. Menurut sy sih kak, pemikiran kakak bener banget. Waktu itu sy pernah nanya, "untuk apa sih sekolah itu?" Tapi, cuma sama temen doang sih. Menurut sy jg banyak pelajaran penting yang gak diajarkan di sekolah. Pelajaran yang gak penting dipelajari malah banyak banget. Oh, iya salam kenal kak Alfian. Design blognya bagus, tentu isinya juga.

      ReplyDelete
      Replies
      1. Coba tanyain ke gurunya hehe, sekarang pas udah kuliah nyesel kek gw ntar :D. iya salam kenal balik. blog kamu juga bagus, makasih sudah mampir

        Delete